Hukum Pornografi
Diskripsi masalah

Belum hilang dalam ingatan kita dengan munculnya “Goyang Ngebor”,
goyangan ini di anggap sebagai embrio munculnya beragam goyangan yang
berkonotasi seksi dan memberikan magis sensual. Belakangan ini kalangan artis,
ulama, bahkan anggota dewan ramai membicarakan Rancangan Undang-Undang Anti
Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) seiring dengan di launchingkannya majalah
Playboy versi Indonesia edisi perdana pada bulan April 2006, majalah yang
perpusat di Amerika itu konon banyak menampilkan gambar-gambar syur. Sebenarnya
DPR pada periode lalu telah membuat pengertian pornoaksi dalam draf RUU. Antara
lain: kegiatan yang di nilai mengandung unsur erotisme atau mempertontonkan aurat
di muka publik dan larangan berciuman di muka umum. RUU tersebut masih menjadi
polemik dikalangan DPR, karena masih bisa menimbulkan interprestasi beragam.
Pertanyaan:
a. Apa pengertian pornografi dan
pornoaksi menurut pandangan agama?
b. Sebatas mana wanita boleh
bertingkah laku dan berpakaian di depan umum dan dalam beraktifitas apa?
Jawaban
4 a:
Istilah
pornografi dan pornoaksi tidak di temukan di kalangan ulama’ fiqih akan tetapi
substansinya dari pengertian pornografi dan pornoaksi dapat di jumpai dalam
kitab fikih. Keterangan kitab:
Tafsir
Al-Qosimi juz 3 halaman 48 – 49
تفسير
القاسمي جزء 3 ص 48 – 49
قوله تعالى: "ولا تبرجنا
تبرج الجاهلية الاولى " أي تبرج النساء ايام الجاهلية الاولى اذ لا دين
يمنعهم ولا ادب يزعمهم والتبرج فسر بالتبختر والتكسر بالمشي وباظهار الزينة وما
يستدعي به شهوة الرجل اهـ
“Yakni para wanita di masa Jahiliyah pertama
memper-elok diri dalam berjalan, sebab tidak ada agama yang melarangnya dan tak
ada etika yang mengatur mereka. Kata ‘Tabarruj’ diinterpretasikan dengan
melenggang, berlenggak-lenggok dalam melangkah, menampakkan perhiasannya, dan
setiap hal yang dapat menarik hasrat para lelaki”.
مذاهب الاربعة جزء 2 ص 43
اما رقص النساء امام من لايحل لهن فانه حرام بالاجماع لما يترتب عليه
من اثارة للشهوة والافتنان ولما فيه من التهتك والمحون ومثلهن الغلملن المراد امام
من يشتهيهم ويفتـتن بهم اهـ
“Adapun
hukum wanita menari-nari di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah haram
sesuai dengan konsensus para Ulama. Karena adanya faktor negatif yang ditimbulkan dari perbuatan
tersebut, seperti meningkatkan libido (syahwat), fitnah, merusak kehormatan dan
petaka. Sebagaimana wanita, lelaki muda belia (Amrod) pun diharamkan berdendang
di depan lelaki yang menyukai sesama jenis (homosexual)”.
Jawaban
4 b:
Dalam segala hal wanita di haruskan berpegang dan menta’ati
peraturan syari’ah baik dalam aspek tingkah laku, berpakaian, maupun profesi.
Keterangan kitab: Seorang perempuan muslimah yang beraktifitas diluar rumah wajib
baginya melaksanakan beberapa ketentuan syariat Islam, diantaranya:
1. Keluar rumah karena adanya
keperluan
2. Mendapat izin suami atau
muhrimnya
3. Terjamin dan aman dari fitnah
4. Menutup aurat
5. Menghindari bercampur dengan
lawan jenis yang bukan muhrimnya
6. Tidak berpenampilan seperti
orang laki-laki
7. Tidak berpakaian ketat dengan
menonjolkan bentuk tubuh
8. Profesi yang di lakukan tidak
bertentangan dengan syari’ah
اداب
حياة الزوجية ص 163
ليس في الاسلام ما يمنع المرأة
ان تكون تاجرة او طبيـبة او مدرسة او محترفة لأي حرفة تكسب منها الرزق الحلال ما
دامت الضرورة تدعو الى ذالك وما دامت تـختار لنفسها الاوسط الفاضلة وتلتزم خصائص
العفة التـى اسفلنا بعضها اهـ
“Di dalam Islam tidak ada larangan yang
mencegah wanita untuk menjadi usahawan, dokter, guru atau menjadi pekerja di
profesi apapun yang ditujukan mencari rezeki yang halal, selama ada unsur
darurat yang menuntutnya seperti itu, dan selama ia sanggup menerima
persyaratan iffah (menjaga diri dari al-hal yang haram), seperti yang telah
kami terangkan sebagiannya”.
اسعاد
الرفيق جزء 2 ص 136
ومنهاخروج
المرأة من بيتها متعطرة او متزينة ولوكانت مستورة وكان خروجها باذن زوجها اذا كانت
تمر في طريقها على رجال اجانب –الى ان قال- قال في الزواجر وهو من الكبائر لصريح
هذه الحديث وينبغي حمله ليوافق قواعدنا على ما اذا تحققت الفتنة اما مجرد خشيتها
فانما هو مكروه ومع ظنها حرام غير كبيرة كما هو ظاهر وعد من الكبائر ايضا خروجها
بغير اذن زوجها ورضاه لغير ضرورة شرعية كاستفتاء لم يكفها اياه او خشية نحو فجارة
او انهدام المنـزل
“Diantara maksiat tubuh (badan) adalah
keluarnya wanita dari rumahnya dengan cara memakai wewangian atau berhias
meskipun memakai penutup, dan keluar rumah atas izin suaminya tetapi ternyata
ia melewati jalanan para lelaki yang bukan mahramnya…Ibn Hajar berkata dalam
kitabnya, Zawajir : Hal ini adalah bagian dari dosa besar karena sudah
dinyatakan dalam hadis secara jelas. Dan selayaknya hadis ini diarahkan (agar
dapat selaras dengan kaidah kita) pada permasalahan dimana fitnah bisa terjadi
secara pasti. Kalau hanya kekhawatiran terjadinya fitnah saja maka masuk dalam
hukum makruh. Sedangkan bila ada dugaan kuat fitnah akan terjadi maka hukumnya
adalah haram, tetapi tidak mencapai taraf ‘dosa besar’. Termasuk dalam kategori
dosa besar adalah keluarnya wanita tidak dengan seizin dan restu dari suaminya
tanpa ada faktor darurat secara syar’i, contohnya, meminta fatwa (pada Ulama,
misalnya mengenai haid) dimana suaminya sendiri tidak memiliki pengetahuan di
bidang ini, atau karena khawatir pada semisal godaan orang lain, robohnya rumah
dll”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar